Showing posts with label cerita. Show all posts
Showing posts with label cerita. Show all posts

6.10.16

Gitar Pertama

jangan bayangkan saya di usia muda dibelikan gitar oleh orang tua, bahkan sampai sekarang tidak juga dibelikan. hahahaha. tapi bukan itu yang ingin saya bahas.
-------

seperti anak kecil pada umumnya, saya juga gemar meniru apa yang orangorang tua lakukan. saya kadang menirukan seorang sopir, kadang juga menirukan kondektur. lain waktu menirukan seorang tukang parkir, dan seterusnya. tapi yang paling sering saya tirukan adalah seorang pemain band.

pernah suatu pagi, libur sekolah, saya dan adik saya, Andi, serta seorang teman bernama Lulus bermain menirukan pemain band.

kami lalu menjejer beberapa buah ember dan tutup panci untuk dijadikan sebagai drum. kemudian Lulus mengambil senter untuk dijadikan sebagai mik, dan saya mengambil gitar. tentunya bukan gitar betulan. tapi sebuah penggebuk kasur yang terbuat dari rotan.

itulah gitar pertama saya, bagaimana dengan anda?

2.5.16

Tentang Taman Buaya Beat Club

Setiap hari Senin sampai dengan Kamis di jam 10 malam, saya mencoba untuk menyempatkan diri menonton acara musik di stasiun televisi tertua di negeri ini, TVRI.
Acara tersebut diberi tajuk "Taman Buaya Beat Club". Sebuah acara musik yang dikemas secara live dengan menampilkan band-band atau penyanyi dari negeri sendiri. Baik yang sudah punya nama maupun yang baru merintis. Beberapa sudah mengeluarkan album melalui label besar, beberapa baru merilis album atau singel melalui indie label.
Acara ini menampilkan musik lintas genre. Pop, jazz, reggae atau rock pernah mengisi acara tersebut. Nama-nama seperti Edane, Boomerang, Funky Kopral, Power Slaves, The Rain, Killing Me Inside sampai dengan Tony Rastafara pernah tampil.
Sungguh, Taman Buaya Beat Club menjadi sebuah acara musik yang kehadirannya saya tunggu-tunggu. Karena apa? Banyak memang acara musik di stasiun televisi lain, tapi kebanyakan dikemas tidak "pure" musik. Tetapi digabungkan dengan acara kuis, komedi atau gosip-gosip yang gak jelas gitu. So, Taman Buaya Beat Club menjadi acara musik nomor satu buat saya. Sekali lagi, buat saya. Selain disajikan dengan format live, acara tersebut juga minim iklan. Sehingga kepuasan bisa maksimal. :)
Saking demennya dengan Taman Buaya Beat Club, beberapa kali saya merasakan penyesalan yang mendalam ketika saya terpaksa melewatkan beberapa episode dimana sebenarnya kehadirannya sangat saya tunggu-tunggu.
Episode yang paling saya sesalkan karena terlewat, adalah ketika band favorit saya Edane tampil. Sebenarnya saya sudah bersiap menonton, eh pas tiba waktunya malah saya ketiduran. Bayangkan betapa dongkolnya saya. Akhirnya saya hanya bisa menikmati tayangannya melalui youtube. Yah, sedikit bisa mengobati kegondokan saya deh.
Sedikit saran buat Taman Buaya Beat Club, agar kualitas sound dapat diperbaiki menjadi lebih jernih, tidak sekedar kencang. Btw, dua jempol untuk Taman Buaya Beat Club dan TVRI.
Salute!

25.10.15

Di Desa, Kami Juga Bermusik!

Kisaran ’95-’97an, waktu itu lagi ngetop-ngetopnya genre ‘grunge‘ (=baca granch) atau Seattle's Sound dengan band-band seperti Nirvana, Pearl Jam, Soundgarden, Alice In Chains, dan banyak lagi lainnya. Anak-anak muda di sekitar Tugu Payung mulai mengenal permainan gitar. Karena pada saat itu yang mempunyai dan bisa memainkan gitar baru satu orang, yaitu Hani Bandhot, maka kami belajar gitar pun secara bergiliran dibawah arahan Hani Bandhot

Lagu wajib yang dinyanyikan untuk latihan adalah lagu ‘Nothing Else Matter’nya Metallica, tidak utuh seluruh lagu, tapi cukup intronya saja.

Bisa memainkan dengan lancar intro lagu itu saja, wuih, senangnya sudah tidak ketulungan lagi. Keren, kalau menggunakan bahasa jaman sekarang.

Pada acara Agustus-an ada acara pentas seni di Balai Desa, anak-anak muda sekitar Tugu Payung (Hendri Cemplon, Kak Lulus, Yudi Peddex, Gayok, Iir Meong, Mbah Alim) ikut manggung, dengan memainkan musik yang bisa dikatakan sebagai ‘musik semi etnik’ dengan menggunakan alat-alat yang sederhana.

17an di Balai Desa Sulang, Rembang

Botol minuman sprite, sendok, garpu dan gitar. Ketika itu mereka memainkan lagu ‘Hio’nya Swami dan lagu dangdut ‘Sekuntum Mawar Merah’ yang sudah digubah syairnya menjadi bertema kemerdekaan, dan sebuah lagu barat judulnya Good Time Bad Time milik Eddy Brickell yang aransemen akhirnya dibuat menjadi dangdut dengan vokalis Kak Lulus dan Gayok. Itulah gairah awal dalam bermusik di sekitar Tugu Payung.

###

Sekitar ’96-an, Andhi yang kuliah di Semarang pulang dengan membawa ‘oleh-oleh’ sebuah gitar listrik, lalu setelah kumpul-kumpul dengan beberapa teman yang se-penderita-an, kami mulai latihan musik di rumahnya Pak Yon, bapaknya Kecik/ Alex yang merupakan seorang pemusik.

Ketika itu alat yang ada di rumah Kecik hanyalah gitar bolong, drum seadanya, bass, serta spiker dan amplinya, sedangkan untuk menggebuk drum kami menggunakan tiang bendera (yang biasanya untuk ditaruh di meja guru) yang kami peroleh dengan minta kepada Pak Achmad Anom. (Guru SD kami, matur nuwun, Pak). Dengan inisiatif sendiri, kami -lebih tepatnya, yang membuat adalah Yudi Peddex- juga membuat efek gitar. Ditambah gitar dari Andhi, lengkap sudah alasan untuk membentuk sebuah band.

Maka berdirilah Tupas (singkatan dari Tugu Payung dan Sekitarnya, ide nama dari Yudi Peddex) dengan personil sebagai berikut : Yudi Peddex (bass), Andhi (lead gitar), Yudhie Bercho (rhytm gitar/vokal), Hook (akustik gitar/vokal), Dilla Komplong (lead vokal), Alex/Kecik (drum) dan Benu (backing vokal/ merangkap sebagai kru).

Kami lalu mulai latihan dengan intens, menyanyikan lagu-lagu dari Boomerang, /Rif, Bunga, Netral, Red Hot Chilli Peppers, dan band-band lain yang ngetop pada saat itu, karena (untungnya) referensi musik kami lumayan lengkap untuk saat itu.

Yang kami ingat, tiap kali mau latihan harus gotongan alat dari rumah untuk dibawa ke rumahnya Alex, atau kadang Hook, dan pernah juga latihan di ‘Pendopo’ rumahnya Pak Jupriyanto (Ki Dhalang).

Oh ya, kadang-kadang pada waktu kami latihan, Pak Yon ikut nimbrung dengan menggunakan keyboardnya, yang ternyata tanpa kami sadari itu adalah sebagai bentuk dukungan dan bimbingannya terhadap gairah bermusik kami (matur nuwun, Pak). Terima kasih juga untuk warga sekitar rumah Alex yang telah merelakan telinganya dengan ikhlas untuk mendengarkan betapa berisiknya kami berlatih musik.

Pentas pertama kali tahun 1998, pada waktu ada acara perpisahan di SMA Sulang (waktu itu kepala sekolahnya Pak Kus). Dan layaknya sebuah band profesional, kami lalu merancang logo band dengan menggunakan program ‘paint’ di windows 98, dan membuat proposal untuk bisa tampil di acara tersebut dengan mengajukan anggaran sebesar RP 50.000 sebagai ganti biaya latihan, dan dikabulkan.

Pentas dimulai, membawakan lagunya /Rif, Boomerang, dan lagu-lagu lain. Dengan segala action yang kami bisa kami bergaya, karena difoto oleh Benu, akan tetapi (inilah kenangan yang tak terlupakan!), setelah hasil foto dicetak ternyata semua tidak ada gambarnya, alias kobong!.

Sejak itu, secara rutin kami manggung di acara 17-an di Balai Desa, dengan personel yang semakin menyusut seiring dengan kesibukan masing-masing (Hook gantung gitar, sedangkan Komplong gantung mik), jadilah tinggal kami berempat (Kecik, Peddex, Andhi, Bercho) yang melanjutkan perjalanan Tupas.


Kecik (Alex) in action.

Selain manggung di 17-an, pernah juga manggung di acara “Kemah Pembauran Tingkat Kabupaten Rembang” di Sulang tanggal 12 Agustus 2001, dengan featuring Tongkik di posisi vokal.

Dan akhirnya, (kembali) karena kesibukan masing-masing (Andhi kerja di Semarang, Kecik menjadi guru, Peddex berkutat dengan dunia IT-nya, Bercho kerja di Jepara), Tupas menjadi ‘tidur’ untuk sekian lama, dan sampai sekarang belum terdengar lagi kabar beritanya.

Dan mengenai kiprah personil Tupas di band-band lain, sudah pernah saya bahas di tulisan saya sebelumnya, baik yang berjudul Scene Musik di Sulang Rembang: 1990-2000an maupun Ada Apa Dengan Tupas?

——–