Anggota sementara:
9.10.23
ShyShine Band (Cuma Latihan)
11.7.23
Foto: Corned Beef [1993-1996]
20.1.21
Foto: Tupas Band dan Setelahnya [1994-2006]
1. Icon Tugu Payung
3. Tupas Band feat. Tongky (on Vokal)
![]() |
Tongky |
Dolan ke Toko Gitar Pegazus
4.1.18
Kaset Pita yang Tak Lekang Oleh Waktu

Behind The 8th Balls [1992]
Eleven Keys [1995]
New Blood [1996]
Menang [1997]
Win [1997]
A Tribute to Rotor [2002]
6.8.17
Suara Lain di Panggung
30.7.17
Panggung Jeparawk Evolution Part 5
21.5.17
Basisnya Menghilang
Waktu itu saya punya band, namanya Corned Beef, band kampus. Anggotanya selain saya adalah Widyar (Drum), Widodo (Bas) dan Rachmat (Vokal). Kami memainkan lagu-lagunya Jamrud, Smashing Pumpkins, Firehouse, Guns N Roses dan yang sealiran. Kami biasa berlatih selepas kuliah, di sore hari.
Proposal untuk manggung mengisi acara pensi di sebuah SMA di kampung sudah kami sampaikan ke pihak panitia. Waktu itu saya bergabung di band bernama Tupas.
![]() |
google.com |
4.4.17
Edane
![]() |
google.com |
10.5.16
Slank
4.5.16
Jim Morrison & The Doors
Siapa yang tidak kenal The Doors? Siapa yang tidak kenal Jim Morrison? Sering saya dapati di tayangan film televisi sering ada poster Jim Morrison dengan pose klasiknya -telanjang dada, tangan terentang, seperti Jesus- terpajang di dinding kamar tokoh utamanya yang seorang remaja.
Dari membaca tulisan yang berisi wawancara dengan beberapa vokalis band di sebuah majalah musik, saya menjadi penasaran dengan siapa sebenarnya Jim Morrison itu. Karena dari beberapa vokalis yang diwawancarai tersebut menjadikan Jim Morrison menjadi panutan dan sumber inspirasi kepada mereka. Siapa vokalis yang diwawancara tersebut? Di antaranya adalah Eddie Vedder (Pearl Jam), Scott Weiland (Stone Temple Pilots), Tony Viali (Bunga Band).
Lalu saya mencari segala informasi soal Jim Morison dari berbagai sumber. Majalah, koran, dan internet. Setelah informasi terkumpul kemudian saya tahu bahwa Jim Morrison adalah vokalis dari sebuah band Psychedelic Rock bernama The Doors.
Mulailah saya berburu segala yang berbau The Doors atau Jim Morrison, dari kaset, vcd, dvd, cd, kaos dan buku biografi Jim Morrison. Saya juga membaca lirik lagu-lagu The Doors serta puisi-puisi tulisan Jim Morrison.
Pertama kali saya beli kaset The Doors, adalah sebuah album yang berisi lagu-lagu hits dari The Doors, antara lain adalah Light My Fire, Riders On The Storm, Roadhouse Blues dan beberapa lagu hits lainnya.
Jujur, ketika saya memutar kaset itu pertama kali, belum sampai setengah album kepala saya sudah pusing mendengar musik The Doors. Entah karena apa.
Sejenak saya berhenti mendengarkan musik The Doors, sampai suatu ketika saya menemukan mood yang pas untuk mendengarkannya kembali. Barulah kemudian saya dapat menikmati musik The Doors.
Apa lagu favorit saya? Riders On The Storm, Crystal Ship, Roadhouse Blues dan Love Street.
Apakah anda mengenal The Doors? Jim Morrison?
3.5.16
Iwan Fals
Pernah pada suatu masa di hidup saya, kamar penuh dengan poster Iwan Fals. Baik berpose sendiri maupun ketika bersama Swami dan Kantata.
Saya begitu terpesona dengannya, dengan lagu-lagunya, dengan lirik lagunya. Menurut saya, pada waktu itu lirik lagu yang dinyanyikan Iwan Fals begitu berbeda dengan lagu-lagu yanh beredar kala itu.
Ketika orang-orang lain membuat dan menyanyikan lagu dengan lirik cinta yang mendayu-dayu, Iwan Fals menampilkan lagu yang cukup berani. Lirik penuh dengan kritik sosial, berisi protes kepada kebijakan penguasa negeri ini. Kalaupun ada lagu yang bertema cinta, liriknya cukup elegan, tidak menye-menye. Tidak cengeng.
Perkenalan saya dengan Iwan Fals ketika Bapak punya kaset Iwan Fals yang berkompilasi dengan Tom Slepe. Lagunya dalam album itu antara lain adalah Frustrasi. Lagu dengan muatan lirik yang cukup berat pada masa itu.
Setelahnya, tentu saja Iwan Fals menjadi begitu terkenal. Makin wira-wiri di televisi. Di stasiun radio, bahkan dibuatkan acara khusus yang memutar lagu-lagu Iwan Fals.
Lagu solo Iwan Fals yang saya suka antara lain adalah Pesawat Tempur, Yang Terlupakan, Yang Tersendiri dan masih banyak lagi. Bahkan saya masih suka menyanyikannya dengan memakai gitar akustik.
Selain itu, ketika tergabung dengan Swami dan Kantata lagu-lagunya juga bisa saya nikmati.
--------
Sebut tiga kali namaku:
Bento! Bento! Bento!
--------
2.5.16
Tentang Taman Buaya Beat Club
25.10.15
Masih Ada (Musik) Rock di Panggung
Mereka aja (yang) sudah berumur berani tampil di panggung, kok kamu tidak?!—————
Hari Sabtu, 24 Oktober 2015. Sinar matahari masih cukup panas, meski sudah jam 4 sore.
Setelah mengantar anak sulung ke sekolah, saya tidak langsung pulang, tapi mampir dulu ke lapangan Kenari. Di situ ada acara Pesta Rakyat Simpedes yang diadakan oleh sebuah bank pemerintah. Acara sudah dimulai sejak pagi tadi. Ada berbagai macam acara, dari pameran UMKM sampai lomba-lomba, di antaranya adalah lomba burung berkicau dan asah akik.
Niat awal saya datang adalah untuk melihat lomba asah akik, juga melihat stand akik. Namun apa daya, ternyata lombanya sudah selesai.
Hanya, ketika saya datang di panggung sedang tampil sebuah band yang mayoritas pemainnya berpakaian warna hitam dengan dibantu dua orang backing vokal perempuan, sedang tampil membawakan “Smoke On The Water”-nya Deep Purple. Dan, saya gak jadi kecewa! Langsung saja saya stay, menonton dan menikmati penampilan band itu.
Memasuki tengah lagu kedua, “Hongky Tonk Woman”-nya Rolling Stones, saya sempat bergegas pulang menjemput anak bungsu dan istri, dengan niatan untuk mengajak mereka nonton juga.
Alhamdulillah, sekembalinya saya ke lapangan band itu masih main, kali ini mereka bawakan lagu “Highway Star”-nya Deep Purple. Tebakan saya, band ini adalah semacam sekumpulan manusia yang suka dengan segala hal berbau klasik rock. Btw, asyik juga, membantu mengobati rasa rindu saya pada lagu-lagu era itu.
Selesai lagu itu, band kemudian berkemas karena harus berbagi stage dengan band lain. Dari si MC saya tahu, band yang nyanyiin lagu-lagu klasik rock tadi itu bernama The Kemisan.
Kelar The Kemisan, tampil band berikutnya yang bernama The Gentleman. Kali ini pemainnya berusia lebih muda dari The Kemisan, dan berpakaian necis, bahkan ada yang memakai dasi kupu-kupu. Mereka tampil membawakan lagu-lagu dari Sheila On 7, yaitu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki, J.A.P, Melompat Lebih Tinggi dan Pejantan Tangguh. Yang menjadi catatan saya, sepertinya mereka masih perlu menambah jam terbang. Saya merasa ada beberapa part yang mereka mainkan masih tidak cukup rapi.
Jam 5 sore kurang 10 menit, saya minta tolong agar istri menjemput anak dari sekolah sore untuk dibawa langsung ke lapangan.
Setelah The Gentleman turun dari panggung, band berikutnya yang tampil adalah Nothing, yang beraliran emo. Mereka membawakan lagu berjudul “Jiwa” dari Alone At Last, dan dua lagu ciptaan sendiri berjudul “Bangkit” dan “Sebatas Mimpi”. Dibandingkan The Gentleman, Nothing tampil lebih baik dan rapi.
Lalu istri datang bersama anak sulung, ketika itu di panggung sedang tampil Black Flash dari Kudus yang sedang memainkan “One”-nya Metallica, setelah sebelumnya juga memainkan lagu Metallica yang lain yang berjudul “Enter Sandman”.
Kelar “One”, Black Flash memainkan “Whenever I May Roam” juga punya Metallica dari album Black. Karena saya cukup kenal dengan lagu-lagu yang Black Flash mainkan, jadilah saya ikut sedikit-sedikit sing along selama mereka tampil.
Lalu tiba-tiba ada yang berbisik di telinga saya, “Mereka aja (yang) sudah berumur berani tampil di panggung, kok kamu tidak?!”. Saya nengok ke istri saya sambil nyengir.
Menjelang maghrib, Black Flash memainkan satu lagu ciptaan mereka sendiri yang berjudul “Sepi”, yang ternyata cukup asyik didengarkan. Good Job!
Selesai acara, saya sempat browsing soal Black Flash, dan akhirnya saya nemu akun vokalisnya di media sosial. Kepadanya saya sampaikan apresiasi saya atas penampilan mereka tadi, dan saya sampaikan sedikit uneg-uneg saya soal gayanya.
Saya bilang, “Mainnya Metallica kok gayanya pakai gaya Axl Rose”.
Jawabnya, “Kolaborasi, bro. Vokalisnya Metallica kan bawa gitar, kalo aku tidak. Daripada gak ada gaya.”
Itu sedikit catatan yang saya buat atas impresi yang saya tangkap pada even tersebut. Percayalah, masih ada (musik) rock di panggung.
——
Scene Musik di Sulang Rembang: 1990-2000an
![]() |
Pak Puji in Action. |
Tongki a.k.a Aan misalnya. Dia pernah satu band dengan Andhi’ dan Sapi a.k.a Weppy/Licco, dan mereka pernah manggung di alun-alun Rembang [gimana sih, tulisan alun-alun yang benar?!]. Sebelumnya, Tongki’ juga pernah berduet dengan Ayik [domisili sekarang Bandung] menyanyikan lagu-lagu Nirvana, yang memang pada saat itu lagi ‘hot-hot’nya. Kemudian, Tongki’ berkolaborasi dengan Andhi’, Sapi, Bercho a.k.a. Yudhie, Kecik a.k.a. Alex, dan seorang vokalis cewek dari Pati. Kolaborasi ini menjadi sebuah band bernama Virgin.
Virgin lalu intensif melakukan latihan, untuk mengikuti sebuah festival yang bertajuk ‘Festival Musik Alternatif Se Eks-Karesidenan Pati’ yang berlangsung di GOR Pati, akhir 1999. Virgin berhasil menyabet gelar juara ke 3 dan gelar gitaris terbaik, Andhi’. Waktu itu Virgin membawakan lagu ‘Interstate Love Song’ Stone Temple Pilots dan ‘Gambang Suling’ yang telah di aransemen menjadi lebih ‘fushion-alternatif’ [entah, apa istilahnya yang benar].
Selain di Virgin, Bercho, Kecik, dan Andhi’ mempunyai band bernama Tupas [kependekan dari ‘Tugu Payung dan Sekitarnya’] yang dibentuk bersama Pendek. Pada awalnya band ini juga beranggotakan Komplong a.k.a Dilla pernah nyambi di free cell dan Hook a.k.a. Kukuh. Pentas pertama kali di acara pentas perpisahan SMA Negeri Sulang di kisaran tahun 1995an, dengan bayaran 50 ribu rupiah, waktu itu.
Sampai saat ini, Tupas masih eksis walau tidak begitu aktif, sehubungan dengan berpencarnya aktifitas para personelnya. Seiring dengan vakumnya Tupas, Pendek pun pernah berkolaborasi dengan Tupai [Iwan] juga Bongod [Hadi], sedangkan Bercho membentuk ‘jam sesion band’ bersama Sapi, Adi’ dan Risma.
Oh ya, saya tiba-tiba teringat. Dulu pernah ada satu ‘momen’ di mana beberapa anak muda Sulang, salah satunya adalah mas Diduk a.k.a Nanang [saya yakin, itu adalah cikal bakal dari FGMS sekarang!] berinisiatif mengadakan sebuah ‘gigs’ yang diselenggarakan di gedung Kawedanan Sulang, yang kebetulan bertepatan dengan suasana lebaran. Jadi bisa dikatakan, semacam acara silaturahmi antar generasi Sulang, yang menampilkan beberapa band Sulang, salah satunya adalah Tupas. Waktu itu, Tupas menyanyikan beberapa buah lagu. Yang masih saya ingat adalah ‘Mawar Merah’ Slank dengan Komplong masih sebagai vokalis dan Hook pada gitar bolong. Waktu itu beberapa ‘crew’ Tupas menyalakan kembang api berbentuk kupu-kupu yang bisa terbang, sehingga menambah kemeriahan acara.
Ah, jadi pengen bernostalgia lagi. Kapan ‘gigs’ seperti ini akan muncul lagi, dan tidak sekedar ‘seremoni’ belaka setiap 17 Agustus.
Tidak bisa diingkari juga bagaimana peran mas Gombleh [Ilal] dalam meramaikan ‘scene’ musik di Sulang ini. Dia bersama dengan Uud [adiknya Diduk], Tonga a.k.a. Edy, Mas Kithut [Totok] dan Lisin pernah manggung di salah satu acara di Kecamatan Sulang, waktu itu panggungnya lumayan besar.
Saya juga pernah satu panggung dengan mas Gombleh, di salah satu acara kampanye sebuah partai peserta pemilu, tahun 1994-an, di halaman Stadion Krida Rembang. Waktu itu yang terlibat diantaranya adalah Tongki’, Sapi dan Gagap [Roni].
Ada beberapa nama lain yang pernah dan/ atau masih beredar di ‘scene’ musik Sulang, untuk sekedar menyebut di antaranya adalah Ndaru [anaknya Pak Djup, seorang dhalang], Wahyu [bapaknya adalah seorang pemain band yang suka memainkan musik keroncong], Ari & Han [Senthet] [keduanya adalah anak Pak Yon, yang juga seorang guru musik. keduanya saudara dari Keik], Apin [Hanif, adiknya Gombleh], Cemplon [Hendri], Agus [Lambangan], Gobed [Yanto], Pak Yon, Pak Kempul [Puji], Pak Mad [Ach. Anom]. Jika ada yang terlewat. Mohon maaf sebesar-besarnya.
Perkembangan ‘scene’ musik makin berkembang dengan adanya studio musik di Sulang [milik mas Kithut], sehingga untuk melatih skill, tidak lagi harus bersusah-susah dan jauh pergi ke Rembang.
Yang membanggakan saya, sampai saat ini [setidaknya] tidak ada band di Sulang yang membawakan lagu-lagu dari Kangen band [Maaf, saya tidak membencinya, saya hanya tidak suka. Itu saja]. Semoga seterusnya tidak ada. [Atau saya yang kelewatan akan sesuatu? Entah]
Salute!
Keep On Rock N’ Roll!
————–
(tulisan ini pernah dimuat di https://sulang.wordpress.com/2007/11/12/scene-musik-di-sulang/)