Showing posts with label Rock. Show all posts
Showing posts with label Rock. Show all posts

9.10.23

ShyShine Band (Cuma Latihan)

 Anggota sementara:

- Akrom, Vok∆l
- Inunk, Vok∆l
- Yudhie, Gitr & Vokl (kadang B∆s)
- Chandra, Gitr & Vokl (kadang B∆s)
- Hidayat, Bs & Keybord (kadang Dr∆m)
- Irsa, Drm (pernah Git∆r)

Cuma Latihan









11.7.23

Foto: Corned Beef [1993-1996]

 

Corned Beef Band:
- Rahmat Yunanto, Vokal
- Slamet Widodo, Bas & Vokal
- Widyar Ali Wiharsanto, Drm
- Yudhie Yarcho, Gitar & Vokal

Additional Player:
- Koko, Gitar
- R. Widiatmoko, Gitar






20.1.21

Foto: Tupas Band dan Setelahnya [1994-2006]

 1. Icon Tugu Payung


2. Tupas Band
     - Alex, Drm
     - Andhi, Gitar & Vokal
     - Bercho, Gitar & Vokal
     - Peddex, Bas

     ex Member:
     - Hook (alm.), Gitar Akustik, Vokal
     - Dilla, Vokal

     Additional Player:
     - Weppy, Drm
     - Ari, Bas


Bercho

Andhi

Peddex

Alex alias Kecik

BR Studio Sulang

Risma (Sumber Manfaat Band) & Andhi (Tupas)




3. Tupas Band feat. Tongky (on Vokal)


Tongky


4. Sumber Manfaat Band (Jamming Band)
    - Angga, Drm
    - Dwi, Bas
    - Bercho, Gitar & Vokal
    - Risma, Gitar & Vokal
    - Adyk, Vokal






Dolan ke Toko Gitar Pegazus


Awal tahun 2021, saya kepikiran ingin membeli sebuah gitar bolong, karena gitar lama sudah rusak. Selain itu saya juga ingin mengajari Magdala dan Magdalena untuk bermain gitar. Setelah mencari-cari informasi, pilihan jatuh ke model gitalele, yaitu gitar mini yang ukurannya lebih besar sedikit daripada ukulele tapi lebih kecil dari pada gitar standar. Kemudian saya kontak dengan Bima pemilik toko gitar Pegazus, janjian untuk ketemu. Janjian pertama gagal, karena pas saya datang ke toko malah Bima sedang pergi. Kami janjian lagi lain hari untuk ketemuan. Jumat siang saya mengajak anak saya, Magdala, dolan ke Pegazus Guitar Store di komplek Pujasera Ngabul. Selain ketemu sama Bima di sana juga ada mas Jay, bapaknya Bima yang mengelola event organizer juga seorang pemain bas dari band Pegazus Jadilah kami ngobrol panjang lebar. Dari mulai soal perbedaan antara gitar standar, gitar 3/4, gitalele dan ukulele, sampai dengan kondisi pandemi sekarang ini yang sangat berdampak terhadap para seniman panggung. Juga musik Rock 90an, sampai Godfather of The Brokenheart, pakdhe Didi Kempot. Mas Jay banyak bercerita soal awal mula berbisnis even organizer, bagaimana ia mengelola sebuah pentas pertunjukkan musik, sampai kemudian memutuskan mengelola usaha yang masih berkaitan dengan musik.
Saya ceritakan bagaimana saya ajak anak saya, Magdala, untuk pertama kali nonton konser musik ketika dia umur 7 tahun, di konser Jeparawk Evolution Part 5 yang diprakarsai oleh mas Jay. Kemudian bercerita juga tentang ngeband bersama dengan kawan-kawan di kampus sewaktu kuliah, dengan kawan-kawan di kampung.

Bima juga menyelingi dengan menceritakan passionnya di bidang sastra, kegelisahan yang dia tangkap muncul di lirik-lirik pada lagu yang dia ciptakan.
"Aku ingin jadi anak band seperti papah, bagian menata kabel."

Magdala mendengarkan perbincangan kami dengan tekun, kadang juga ikut nyeletuk ketika ada istilah atau kata yang tidak dipahaminya. Tanpa terasa lebih dari 1 jam perbincangan kami berlangsung, jika bukan karena ada pesan masuk dari mamahnya Magdala yang mengingatkan harus mampir ke tempat saudara mungkin perbincangan belum akan berakhir.
-------- *) Toko Gitar Pegazus selain ada di komplek pujasera Ngabul, ada di beberapa lokasi lain, diantaranya di Kecapi dan Pantai Telukawur.

4.1.18

Kaset Pita yang Tak Lekang Oleh Waktu

Kids jaman now mungkin sudah tidak mengenal lagi benda yang namanya kaset pita, yang jika diputar dengan tape recorder akan mengeluarkan bunyi apapun yang terekam di pitanya. Entah itu musik, suara burung, wayang, atau bahkan ceramah pengajian.

Anak jaman sekarang akan dengan mudah mendengarkan musik melalui streaming secara onlen atau mendonlod lagu-lagu yang sumbernya banyak bertebaran di dunia maya. Lalu dengan segera akan berteriak, "Hey, band! Aku penggemar setiamu!".

Mendengarkan lagu secara digital memang mudah dan menyenangkan, serta tidak ada perasaan khawatir yang menyertainya. Andai lagu yang diputar filenya rusak atau eror akan gampang cara untuk mengatasi persoalannya. Tinggal hapus file, kemudian donlod lagi. Masalah beres, kuping bisa disumpeli lagi.

Tapi jika mendengarkan lagu dengan menggunakan kaset pita, ada perasaan yang terlibat di sana. Bayangkan ketika kita melakukan kesalahan dalam memencet sebuah tombol di alat pemutar, bisa jadi akan ada lagu yang terhapus atau bisa juga kaset menjadi kusut, kemudian rusak atau putus dan tidak bisa diputar lagi. Jika ingin menyetel lagi, maka harus beli lagi rilisan fisiknya yang mana pada saat sekarang sudah menjadi barang yang langka dan kalaupun ada mungkin harganya akan melonjak tinggi dibanding ketika kaset itu pertama kali dirilis.

Sekarang ini memang tidak bisa dipungkiri adanya perkembangan teknologi: mendonlod atau membeli lagu via onlen juga mendengarkannya melalui streaming. Tapi kaset pita rilisan fisik dari band-band kesukaan saya masih tersimpan rapi untuk didengarkan pada saat tenang. Saya pikir, kadang perlu juga untuk piknik ke masa lalu. Meski tidak selalu.

[end]

keterangan foto:
Behind The 8th Balls [1992]
Eleven Keys [1995]
New Blood [1996]
Menang [1997]
Win [1997]
A Tribute to Rotor [2002]

6.8.17

Suara Lain di Panggung

Di tengah-tengah suara distorsi gitar yang meraung dan dentuman drum yang memekakkan telinga ada suara-suara yang kadang tidak begitu diperhatikan oleh kebanyakan orang. Bagi mereka, suara-suara itu tak lebih dari pada ocehan liar tanpa makna.

Panggung tidak hanya sekedar menghangatkan suasana dengan deru bising instrumen musik serta tarian liar dari para fans yang tak henti-hentinya menggerakan badan dan kepala mengikuti irama musik. Tapi ada suara-suara lain di tengah gemuruh itu.

Ya, selalu terselip pesan. Pesan dari mereka yang berkesempatan berada di atas panggung yang disampaikan kepada umatnya yang dengan setia mengikuti ke mana mereka pergi dan menunggu fatwanya.

Panggung tak ubahnya seperti sebuah mimbar di mana mereka dapat menyampaikan orasi-orasi kepada umatnya. Orasi yang sarat dengan pesan-pesan tentang berbagai hal yang secara tidak langsung akan dapat tersimpan di alam bawah sadar umatnya.

Pesan-pesan untuk menjaga kedamaian antar sesama, menjaga kelestarian alam, bahkan pesan yang berkait paut dengan politik dan sebagainya hampir selalu hadir di atas panggung ketika ada momen jeda sesaat antar lagu.

Sebagai contoh, Bono dengan band-nya U2 ketika konser seringkali memasukkan pesan-pesan tentang kemanusiaan, perdamaian dan lain sebagainya. Atau Iwan Fals ketika menyuarakan pesan-pesan terkait lingkungan hidup di konser-konsernya. 

Demikian juga yang terlihat kemarin di Panggung Jeparawk Evolution Part 5 di Batealit Sport Center di Jepara. Beberapa band juga turut menyuarakan isi hati mereka di hadapan "umat"nya dengan berbicara soal perdamaian, anti kekerasan maupun lingkungan.

Panggung tidak melulu soal instrumen musik dan distorsi saja. Ada banyak hal di situ. 





30.7.17

Panggung Jeparawk Evolution Part 5

Dari info yang saya terima melalui media sosial acara ini akan dimulai dari pukul 10.00 wib, dan ketika saya datang pukul 12.12 wib masih terlihat ada beberapa kelompok anak muda usia belasan bergerombol di luar lokasi. Mereka berdandan dan beratribut nama-nama band yang jadi idola mereka, seperti Slank, Endank Soekamti, Superman Is Dead dan band-band beraliran pop punk tahun 2000an. Saya yang datang dengan memakai kaos bergambar band thrash metal terkemuka tanah air bernama ROTOR yang pernah menjadi band pembuka konser Metallica, menjadi merasa paling uzur berada di antara mereka.

Ini adalah percobaan pertama saya untuk datang dan menyaksikan pertunjukan musik langsung dari depan stage, setelah sekian lama disibukan dengan rutinitas pekerjaan dan urusan lain yang cukup menyita waktu. Dan untuk kali ini saya tidak sendiri tetapi mengajak serta anak sulung saya yang baru saja masuk SD 2 minggu yang lalu, Magdala.

Dengan tajuk acara "Jeparawk Evolution Part 5" dalam benak saya acara ini akan menampilkan band-band yang beraliran rock, atau setidaknya ada bau-bau rocknya di musik yang dimainkan. Dari poster yang disebar melalui media sosial deretan band yang jadi performer adalah Berdiri Tegak, DOC, Sweet Chucky, Summer Ska, Sisi-Kiri MP, Pegazus, Rastasky dan bintang tamu dari Yogyakarta, Rebellion Rose.

Band yang penampilannya saya tunggu adalah Pegazus yang mengkover lagu-lagunya Slank, dan Rastasky pentolan reggae dari Jepara. Juga rasa penasaran akan penampilan band tamu dari Jogja, Rebellion Rose.

Lokasi acara yang berada di sebuah lapangan olah raga tepatnya di Batealit Sport Centre, bisa dibayangkan betapa panasnya ketika terik matahari tepat berada di atas kepala. Di depan panggung (sempat) tidak ada satupun penonton, bahkan beberapa  di antara mereka lebih memilih berada di bawah panggung atau berlindung di bawah dinding-dinding tembok yang mengelilingi lapangan.

Beberapa band yang sudah perform jenis musik yang dimainkan memang berbeda-beda, metalcore dan post/pop punk.

Area depan panggung mulai ramai ketika salah satu band yang tampil membawakan lagu-lagu dari Superman Is Dead. Dan semakin sore semakin ramai penonton yang datang, apalagi ketika Rastasky dan Pegazus perform di atas panggung.

Setelah jeda adzan ashar, acara dilanjutkan dengan penampilan band dari Yogyakarta Rebellion Rose dan sekaligus mengakhirinya pada sekitar pukul 16.00 wib.

Sampai di akhir acara para penonton terlihat tertib, meski sempat ada keributan kecil antar penonton yang sempat berefek kepada penonton perempuan. Tapi secara keseluruhan acara berlangsung aman, tertib dan teratur. Salut untuk pihak panitia dan keamanan yang sudah berusaha menyukseskan gelaran ini. Sampai jumpa di gigs berikutnya. \m/




21.5.17

Basisnya Menghilang

Pernahkah kalian mengalami kehilangan seorang pemain bas ketika akan pentas? Saya pernah mengalaminya, sampai dua kali malahan.

Pertama:
Waktu itu saya punya band, namanya Corned Beef, band kampus. Anggotanya selain saya adalah Widyar (Drum), Widodo (Bas) dan Rachmat (Vokal). Kami memainkan lagu-lagunya Jamrud, Smashing Pumpkins, Firehouse, Guns N Roses dan yang sealiran. Kami biasa berlatih selepas kuliah, di sore hari.

Suatu ketika, kami akan tampil pada acara inagurasi pelepasan wisudawan. Seperti biasa, kami berlatih dengan tekun. Dengan formasi lengkap. 

Ketika sehari menjelang hari pelaksanaan, tiba-tiba basis kami yang bernama Widodo pergi entah kemana. Kami menjadi kelimpungan, karena sudah terlanjur bilang ke panitia bahwa kami siap tampil. 

Setelah nabrak sana-sini, akhirnya kami putuskan bahwa posisi bas akan saya pegang, yang biasanya berposisi sebagai gitaris. Lalu, kami minta bantuan salah seorang teman yang bernama Raden untuk menjadi additional player di posisi gitar.

Hingga tiba waktu pentas, penampilan di atas panggung bisa dilalui dengan mulus. Dan, setelah Widodo sang basis itu pulang dari “pelarian”nya, akhirnya kami tahu bahwa dia pergi naik gunung bersama teman-teman di kampungnya.

Kedua:
Proposal untuk manggung mengisi acara pensi di sebuah SMA di kampung sudah kami sampaikan ke pihak panitia. Waktu itu saya bergabung di band bernama Tupas. 

Tupas Band ini beranggotakan Andik (Lead Gitar), Alex (Drum), Peddex (Bas), Kukuh (Gitar Bolong), Dilla (Vokal), dan saya  sendiri (Rhytm Gitar). Kami biasa memainkan lagu-lagu Slank, Boomerang, Netral, Red Hot Chilli Peppers, Pearl Jam, Padi, dan band-band lainnya. 

Menjelang hari pentas, kami latihan seperti biasa untuk persiapan, agar bisa tampil secara maksimal.

Sehari sebelum waktu pentas tiba, kami latihan terakhir. Eh, ternyata Peddex tidak hadir, dan tidak memberi kabar. Setelah bertanya kepada orang tuanya, ternyata dia pergi ke tempat saudaranya yang ada di luar kota.

Lalu kami minta tolong kepada adik dari drummer kami, untuk menggantikan posisi sebagai pemain bas. Karena terbiasa nongkrong pada saat kami latihan, si Ari ini jadi gak terlalu kesulitan untuk ikut permainan kami.

Tibalah waktu pentas itu, dan dapat kami lalui dengan tanpa halangan berarti, walaupun tidak ada dokumentasi karena semua hasil jepretan oleh fotografer kami, mas Benu, semua gosong!

google.com
 

4.4.17

Edane


"Mari sini ikuti aku, 
Nyanyikan lagu-lagu yang berani"

Sepenggal lirik di bagian reffrain lagu berjudul Ikuti dari album perdana band Edane itu membuat telinga menjadi panas dan darah bergolak penuh semangat. Riff gitar yang mengaum penuh distorsi dipadu dentuman bas dan gebukan drum yang penuh tenaga membuat lengkingan vokal menjadi semakin membahana.

Edane namanya, band beraliran rock yang dibentuk oleh Eet Sjahranie pada gitar dan Ekky Lamoh pada vokal, diperkuat juga oleh Iwan Xaverius pada bas serta Fajar Satritama pada drum. Dengan mengambil genre hardrock yang berkiblat pada Van Halen maupun AC/DC, membuat Edane menjadi band yang disegani, bahkan menjadi band pembuka konser Sepultura di Jakarta.

Eet disebut sebagai gitaris rock generasi baru yang punya skil cukup memadai, dianggap sebagai gitaris handal berikutnya setelah Ian Antono. Sebagian ada yang menganggap Eet adalah Eddie Van Halennya Indonesia.

Sering gonta-ganti vokalis tidak melunturkan kesukaan saya pada lagu-lagu Edane, untuk menyebut beberapa diantaranya adalah Ikuti, The Beast, Liarkan Rasa, Victim Of The Strife, Borneo, Jabrik, Cahaya dan Best Of Me. 

Personel awal Edane yang masih tinggal hingga sekarang adalah Eet Sjahranie dan Fajar Satritama. Sementara Iwan Xaverius membentuk band Blackout, Ekky Lamoh bersolo karir dan Heri Batara sempat menjadi manager Edane. 

Meski kini Fajar Satritama gabung dengan Godbless, seperti sebelumnya Eet Sjharanie juga sempat gabung dengan Godbless, tapi roda rock n roll Edane masih terus akan menggelinding.

Hail Edane!

google.com

10.5.16

Slank

Siapa yang tidak mengenal Slank, band rock papan atas negeri ini yang bermarkas di gang potlot?

Generasi 90an pasti mengenal dan hapal dengan lagu-lagu seperti Maafkan, Memang, Kampungan, Pulau Biru, Terlalu Manis, Kamu Harus Pulang, dan banyak lagi lagu hits dari Slank.

Saya masih sekolah di SMA kala Slank merilis album pertamanya yang berisi lagu Memang, Gadis Sexy, Terserah dan Maafkan.  Waktu itu harga kaset tidak semahal sekarang, masih dibawah Rp. 10.000,-

Gara-gara beli kaset itu, saya pernah hampir berantem dengan teman sekelas. Ceritanya, saya bawa kaset itu ke sekolahan, terus teman-teman berebut ingin memegang dan melihat cover albumnya. Terjadilah tarik menarik antara beberapa orang. Yang jadi korban adalah cover kaset tersebut, menjadi robek di beberapa bagian. 

Spontan saya akan marah kepada mereka semua, tapi saya tahan. Akhirnya saya rekatkan kembali bagian-bagian yang robek tersebut dengan menggunakan selotip. Huh, betapa kecewanya saya saat itu!

Sampai dengan sekarang saya masih mengikuti perjalanan karir Slank. Tapi ternyata hati saya tidak bisa berbohong. Puncak kegairahan saya terhadap Slank hanya sampai di album Minoritas. Kenapa? 

Karena setelah itu terjadi perpecahan di tubuh Slank. Bongky, Indra dan Pay  keluar (atau dikeluarkan?) dari Slank dan membentuk band BIP. Bimbim dan Kaka, personil yang tersisa lantas bergonta-ganti formasi sampai akhirnya bertahan di formasi yang sekarang, yaitu ditambah Abdee, Ridho dan  Ivanka.

Namun bagi saya, Slank tetaplah Bimbim, Kaka, Bongky, Indra dan Pay. Selain itu? Entah band apa namanya.

4.5.16

Jim Morrison & The Doors

Siapa yang tidak kenal The Doors? Siapa yang tidak kenal Jim Morrison? Sering saya dapati di tayangan film televisi sering ada poster Jim Morrison dengan pose klasiknya -telanjang dada, tangan terentang, seperti Jesus- terpajang di dinding kamar tokoh utamanya yang seorang remaja.

Dari membaca tulisan yang berisi wawancara dengan beberapa vokalis band di sebuah majalah musik, saya menjadi penasaran dengan siapa sebenarnya Jim Morrison itu. Karena dari beberapa vokalis yang diwawancarai tersebut menjadikan Jim Morrison menjadi panutan dan sumber inspirasi kepada mereka. Siapa vokalis yang diwawancara tersebut? Di antaranya adalah Eddie Vedder (Pearl Jam), Scott Weiland (Stone Temple Pilots), Tony Viali (Bunga Band).

Lalu saya mencari segala informasi soal Jim Morison dari berbagai sumber. Majalah, koran, dan internet. Setelah informasi terkumpul kemudian saya tahu bahwa Jim Morrison adalah vokalis dari sebuah band Psychedelic Rock bernama The Doors.

Mulailah saya berburu segala yang berbau The Doors atau Jim Morrison, dari kaset, vcd, dvd, cd, kaos dan buku biografi Jim Morrison. Saya juga membaca lirik lagu-lagu The Doors serta puisi-puisi tulisan Jim Morrison.

Pertama kali saya beli kaset The Doors, adalah sebuah album yang berisi lagu-lagu hits dari The Doors, antara lain adalah Light My Fire, Riders On The Storm, Roadhouse Blues dan beberapa lagu hits lainnya.

Jujur, ketika saya memutar kaset itu pertama kali, belum sampai setengah album kepala saya sudah pusing mendengar musik The Doors. Entah karena apa.

Sejenak saya berhenti mendengarkan musik The Doors, sampai suatu ketika saya menemukan mood yang pas untuk mendengarkannya kembali. Barulah kemudian saya dapat menikmati musik The Doors.

Apa lagu favorit saya? Riders On The Storm, Crystal Ship, Roadhouse Blues dan Love Street.

Apakah anda mengenal The Doors? Jim Morrison?






3.5.16

Iwan Fals

Pernah pada suatu masa di hidup saya, kamar penuh dengan poster Iwan Fals. Baik berpose sendiri maupun ketika bersama Swami dan Kantata.

Saya begitu terpesona dengannya, dengan lagu-lagunya, dengan lirik lagunya. Menurut saya, pada waktu itu lirik lagu yang dinyanyikan Iwan Fals begitu berbeda dengan lagu-lagu yanh beredar kala itu.

Ketika orang-orang lain membuat dan menyanyikan lagu dengan lirik cinta yang mendayu-dayu, Iwan Fals menampilkan lagu yang cukup berani. Lirik penuh dengan kritik sosial, berisi protes kepada kebijakan penguasa negeri ini. Kalaupun ada lagu yang bertema cinta, liriknya cukup elegan, tidak menye-menye. Tidak cengeng.

Perkenalan saya dengan Iwan Fals ketika Bapak punya kaset Iwan Fals yang berkompilasi dengan Tom Slepe. Lagunya dalam album itu antara lain adalah Frustrasi. Lagu dengan muatan lirik yang cukup berat pada masa itu.

Setelahnya, tentu saja Iwan Fals menjadi begitu terkenal. Makin wira-wiri di televisi. Di stasiun radio, bahkan dibuatkan acara khusus yang memutar lagu-lagu Iwan Fals.

Lagu solo Iwan Fals yang saya suka antara lain adalah Pesawat Tempur, Yang Terlupakan, Yang Tersendiri dan masih banyak lagi. Bahkan saya masih suka menyanyikannya dengan memakai gitar akustik.

Selain itu, ketika tergabung dengan Swami dan Kantata lagu-lagunya juga bisa saya nikmati.

--------
Sebut tiga kali namaku:
Bento! Bento! Bento!

--------

2.5.16

Tentang Taman Buaya Beat Club

Setiap hari Senin sampai dengan Kamis di jam 10 malam, saya mencoba untuk menyempatkan diri menonton acara musik di stasiun televisi tertua di negeri ini, TVRI.
Acara tersebut diberi tajuk "Taman Buaya Beat Club". Sebuah acara musik yang dikemas secara live dengan menampilkan band-band atau penyanyi dari negeri sendiri. Baik yang sudah punya nama maupun yang baru merintis. Beberapa sudah mengeluarkan album melalui label besar, beberapa baru merilis album atau singel melalui indie label.
Acara ini menampilkan musik lintas genre. Pop, jazz, reggae atau rock pernah mengisi acara tersebut. Nama-nama seperti Edane, Boomerang, Funky Kopral, Power Slaves, The Rain, Killing Me Inside sampai dengan Tony Rastafara pernah tampil.
Sungguh, Taman Buaya Beat Club menjadi sebuah acara musik yang kehadirannya saya tunggu-tunggu. Karena apa? Banyak memang acara musik di stasiun televisi lain, tapi kebanyakan dikemas tidak "pure" musik. Tetapi digabungkan dengan acara kuis, komedi atau gosip-gosip yang gak jelas gitu. So, Taman Buaya Beat Club menjadi acara musik nomor satu buat saya. Sekali lagi, buat saya. Selain disajikan dengan format live, acara tersebut juga minim iklan. Sehingga kepuasan bisa maksimal. :)
Saking demennya dengan Taman Buaya Beat Club, beberapa kali saya merasakan penyesalan yang mendalam ketika saya terpaksa melewatkan beberapa episode dimana sebenarnya kehadirannya sangat saya tunggu-tunggu.
Episode yang paling saya sesalkan karena terlewat, adalah ketika band favorit saya Edane tampil. Sebenarnya saya sudah bersiap menonton, eh pas tiba waktunya malah saya ketiduran. Bayangkan betapa dongkolnya saya. Akhirnya saya hanya bisa menikmati tayangannya melalui youtube. Yah, sedikit bisa mengobati kegondokan saya deh.
Sedikit saran buat Taman Buaya Beat Club, agar kualitas sound dapat diperbaiki menjadi lebih jernih, tidak sekedar kencang. Btw, dua jempol untuk Taman Buaya Beat Club dan TVRI.
Salute!

25.10.15

Masih Ada (Musik) Rock di Panggung

Mereka aja (yang) sudah berumur berani tampil di panggung,  kok kamu tidak?!
—————

Hari Sabtu, 24 Oktober 2015. Sinar matahari masih cukup panas, meski sudah jam 4 sore.

Setelah mengantar anak sulung ke sekolah, saya tidak langsung pulang, tapi mampir dulu ke lapangan Kenari. Di situ ada acara Pesta Rakyat Simpedes yang diadakan oleh sebuah bank pemerintah. Acara sudah dimulai sejak pagi tadi. Ada berbagai macam acara, dari pameran UMKM sampai lomba-lomba, di antaranya adalah lomba burung berkicau dan asah akik.

Niat awal saya datang adalah untuk melihat lomba asah akik, juga melihat stand akik. Namun apa daya, ternyata lombanya sudah selesai.

Hanya, ketika saya datang di panggung sedang tampil sebuah band yang mayoritas pemainnya berpakaian warna hitam dengan dibantu dua orang backing vokal perempuan, sedang tampil membawakan “Smoke On The Water”-nya Deep Purple. Dan, saya gak jadi kecewa! Langsung saja saya stay, menonton dan menikmati penampilan band itu.

Memasuki tengah lagu kedua, “Hongky Tonk Woman”-nya Rolling Stones, saya sempat bergegas pulang menjemput anak bungsu dan istri, dengan niatan untuk mengajak mereka nonton juga.

Alhamdulillah, sekembalinya saya ke lapangan band itu masih main, kali ini mereka bawakan lagu “Highway Star”-nya Deep Purple. Tebakan saya, band ini adalah semacam sekumpulan manusia yang suka dengan segala hal berbau klasik rock. Btw, asyik juga, membantu mengobati rasa rindu saya pada lagu-lagu era itu.

Selesai lagu itu, band kemudian berkemas karena harus berbagi stage dengan band lain. Dari si MC saya tahu, band yang nyanyiin lagu-lagu klasik rock tadi itu bernama The Kemisan.

Kelar The Kemisan, tampil band berikutnya yang bernama The Gentleman. Kali ini pemainnya berusia lebih muda dari The Kemisan, dan berpakaian necis, bahkan ada yang memakai dasi kupu-kupu. Mereka tampil membawakan lagu-lagu dari Sheila On 7, yaitu Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki, J.A.P, Melompat Lebih Tinggi dan Pejantan Tangguh. Yang menjadi catatan saya, sepertinya mereka masih perlu menambah jam terbang. Saya merasa ada beberapa part yang mereka mainkan masih tidak cukup rapi.

Jam 5 sore kurang 10 menit, saya minta tolong agar istri menjemput anak dari sekolah sore untuk dibawa langsung ke lapangan.

Setelah The Gentleman turun dari panggung, band berikutnya yang tampil adalah Nothing, yang beraliran emo. Mereka membawakan lagu berjudul “Jiwa” dari Alone At Last, dan dua lagu ciptaan sendiri berjudul “Bangkit” dan “Sebatas Mimpi”. Dibandingkan The Gentleman,  Nothing tampil lebih baik dan rapi.

Lalu istri datang bersama anak sulung, ketika itu di panggung sedang tampil Black Flash dari Kudus yang sedang memainkan “One”-nya Metallica, setelah sebelumnya juga memainkan lagu Metallica yang lain yang berjudul “Enter Sandman”.

Kelar “One”, Black Flash memainkan “Whenever I May Roam” juga punya Metallica dari album Black. Karena saya cukup kenal dengan lagu-lagu yang Black Flash mainkan, jadilah saya ikut sedikit-sedikit sing along selama mereka tampil.

Lalu tiba-tiba ada yang berbisik di telinga saya, “Mereka aja (yang)  sudah berumur berani tampil di panggung, kok kamu tidak?!”. Saya nengok ke istri saya sambil nyengir.

Menjelang maghrib, Black Flash memainkan satu lagu ciptaan mereka sendiri yang berjudul “Sepi”, yang ternyata cukup asyik didengarkan. Good Job!

Selesai acara, saya sempat browsing soal Black Flash, dan akhirnya saya nemu akun vokalisnya di media sosial. Kepadanya saya sampaikan apresiasi saya atas penampilan mereka tadi, dan saya sampaikan sedikit uneg-uneg saya soal gayanya.

Saya bilang, “Mainnya Metallica kok gayanya pakai gaya Axl Rose”.
Jawabnya, “Kolaborasi, bro. Vokalisnya Metallica kan bawa gitar, kalo aku tidak. Daripada gak ada gaya.

Itu sedikit catatan yang saya buat atas impresi yang saya tangkap pada even tersebut. Percayalah, masih ada (musik) rock di panggung.

——

Scene Musik di Sulang Rembang: 1990-2000an

Pak Puji in Action.


Similar dengan yang terjadi di Seattle [nun jauh di Amrik, sana] ketika grunge mengobrak-abrik arah permusikan di seluruh dunia, scene musik di Sulang, tepatnya di Desa Sulang Kecamatan Sulang Kabupaten Rembang Jawa Tengah, juga diwarnai oleh arus pertumbuhan band yang cukup pesat.  Band-band bermunculan, meski jika diperhatikan dengan lebih seksama, orang-orang yang terlibat didalamnya hanya ‘itu-itu’ saja.

Tongki a.k.a Aan misalnya. Dia pernah satu band dengan Andhi’ dan Sapi a.k.a Weppy/Licco, dan mereka pernah manggung di alun-alun Rembang [gimana sih, tulisan alun-alun yang benar?!].  Sebelumnya, Tongki’  juga pernah berduet dengan Ayik [domisili sekarang Bandung] menyanyikan lagu-lagu Nirvana, yang memang pada saat itu lagi ‘hot-hot’nya. Kemudian, Tongki’ berkolaborasi dengan Andhi’, Sapi, Bercho a.k.a. Yudhie, Kecik a.k.a. Alex, dan seorang vokalis cewek dari Pati.  Kolaborasi ini menjadi sebuah band bernama Virgin.

Virgin lalu intensif melakukan latihan, untuk mengikuti sebuah festival yang bertajuk ‘Festival Musik Alternatif Se Eks-Karesidenan Pati’ yang berlangsung di GOR Pati, akhir 1999. Virgin berhasil menyabet gelar juara ke 3 dan gelar gitaris terbaik, Andhi’. Waktu itu Virgin membawakan lagu ‘Interstate Love Song’ Stone Temple Pilots dan ‘Gambang Suling’ yang telah di aransemen menjadi lebih ‘fushion-alternatif’ [entah, apa istilahnya yang benar].

Selain di Virgin, Bercho, Kecik, dan Andhi’ mempunyai band bernama Tupas [kependekan dari ‘Tugu Payung dan Sekitarnya’] yang dibentuk bersama Pendek. Pada awalnya band ini juga beranggotakan Komplong a.k.a Dilla pernah nyambi di free cell dan Hook a.k.a. Kukuh. Pentas pertama kali di acara pentas perpisahan SMA Negeri Sulang di kisaran tahun 1995an, dengan bayaran 50 ribu rupiah, waktu itu.

Sampai saat ini, Tupas masih eksis walau tidak begitu aktif, sehubungan dengan berpencarnya aktifitas para personelnya. Seiring dengan vakumnya Tupas, Pendek pun pernah berkolaborasi dengan Tupai [Iwan] juga Bongod [Hadi], sedangkan Bercho membentuk ‘jam sesion band’ bersama Sapi, Adi’ dan Risma.

Oh ya, saya tiba-tiba teringat. Dulu pernah ada satu ‘momen’ di mana beberapa anak muda Sulang, salah satunya adalah mas Diduk a.k.a Nanang [saya yakin, itu adalah cikal bakal dari FGMS sekarang!] berinisiatif mengadakan sebuah ‘gigs’ yang diselenggarakan di gedung Kawedanan Sulang, yang kebetulan bertepatan dengan suasana lebaran. Jadi bisa dikatakan, semacam acara silaturahmi antar generasi Sulang, yang menampilkan beberapa band Sulang, salah satunya adalah Tupas. Waktu itu, Tupas menyanyikan beberapa buah lagu. Yang masih saya ingat adalah ‘Mawar Merah’ Slank dengan Komplong masih sebagai vokalis dan Hook pada gitar bolong. Waktu itu beberapa ‘crew’ Tupas menyalakan kembang api berbentuk kupu-kupu yang bisa terbang, sehingga menambah kemeriahan acara.

Ah, jadi pengen bernostalgia lagi. Kapan ‘gigs’ seperti ini akan muncul lagi, dan tidak sekedar ‘seremoni’ belaka setiap 17 Agustus.

Tidak bisa diingkari juga bagaimana peran mas Gombleh [Ilal] dalam meramaikan ‘scene’ musik di Sulang ini. Dia bersama dengan Uud [adiknya Diduk], Tonga a.k.a. Edy, Mas Kithut [Totok] dan Lisin pernah manggung di salah satu acara di Kecamatan Sulang, waktu itu panggungnya lumayan besar.

Saya juga pernah satu panggung dengan mas Gombleh, di salah satu acara kampanye sebuah partai peserta pemilu, tahun 1994-an, di halaman Stadion Krida Rembang. Waktu itu yang terlibat diantaranya adalah Tongki’, Sapi dan Gagap [Roni].

Ada beberapa nama lain yang pernah dan/ atau masih beredar di ‘scene’ musik Sulang, untuk sekedar menyebut di antaranya adalah Ndaru [anaknya Pak Djup, seorang dhalang], Wahyu [bapaknya adalah seorang pemain band yang suka memainkan musik keroncong], Ari & Han [Senthet] [keduanya adalah anak Pak Yon, yang juga seorang guru musik. keduanya saudara dari Keik], Apin [Hanif, adiknya Gombleh], Cemplon [Hendri], Agus [Lambangan], Gobed [Yanto], Pak Yon, Pak Kempul [Puji], Pak Mad [Ach. Anom]. Jika ada yang terlewat.  Mohon maaf sebesar-besarnya.

Perkembangan ‘scene’ musik makin berkembang dengan adanya studio musik di Sulang [milik mas Kithut], sehingga untuk melatih skill, tidak lagi harus bersusah-susah dan jauh pergi ke Rembang.

Yang membanggakan saya, sampai saat ini [setidaknya] tidak ada band di Sulang yang membawakan lagu-lagu dari Kangen band [Maaf, saya tidak membencinya, saya hanya tidak suka. Itu saja]. Semoga seterusnya tidak ada. [Atau saya yang kelewatan akan sesuatu? Entah]

Salute!
Keep On Rock N’ Roll!
————–
(tulisan ini pernah dimuat di https://sulang.wordpress.com/2007/11/12/scene-musik-di-sulang/)